Perlahan – lahan suara itu terdengar dengan jelas, semakin keras dan semakin keras. “Medy!!!!!”
Teriakan suara nenek sihir yang memecahkan telingaku, begini lah! begitu lah! hampir tiap paggi aku mendengarkan suara teriakan yang sangat tidak ramah ditelinga. Kalau disuruh milih ni, aku lebih baik mendengarkan suara bebek dipagi hari atau suara lolongan anjing dimalam hari yang terdengar menyeramkan tapi masih lebih menyeramkan suara nenek sihir yang membangunkan ku di tiap pagi – pagi yang menurut ku itu nikmat untuk menarik selimut dan melanjutkan mimpi - mimpi.
Aku sempat binggung, kenapa setiap pagi Ibuku yang cantik itu selalu marah – marah tak karuan kepada ku. Setelah ku fahami selama berminggu – minggu kiniku faham mengapa ku selalu di berikan “sabu” setiap pagi nya, Eits!!!! Sabu yang ini bukan sabu – sabu atau sarapan bubur, sarapan sih bener tapi bukan bubur. Yang bener itu SArapan Bawelan IbUku, gini ni asal mula yang mengakibatkan bawelan itu terjadi! Tiap malam aku selalu bermain petak umpet atau kejar – kejaran bersama temen di sekitar Perkebunan, itu semua gara – gara Izal!!! Dia yang selalu buat ide untuk mulakan permainan itu, ni anak otak nya jenius pandai baget menarik perhatian teman – teman terlebih lagi untuk mengalih kan pembicaraan dan salah satu hobinya memotong pembicaraan orang. Umumnya kalau dia bersalah, pada saat dia merasa dipojokkan oleh teman – tema jurus itu pun keluar. Dia bisa berdongeng atau perna terjadi Izal mengajak teman – teman untuk memancing dan meyakinkan kalau disungai itu ikannya sangat banyak sehingga terbuai korabannya dan lupa akan kesalahan yang dilakukan oleh Izal. Dan dengkinya, kalau Izal sudah merasa Jengkel setibanya di sungai dia bisa menendang teman yang semangat memojokkannya tadi setelah korban terjatuh Izal pun pergi meninggalkannya.
Setelah letih bermain petak umpet lari sana dan sini keringat bercucuran belum lagi teriakan – teriakan keluar dari bibir yang mungil ini otomatis tenggorokan terasa kering, pulang kerumah haus sampai – sampai 1 teko air ingin dihabiskan sendiri. Cuci kaki gosok gigi tus tidur dhe…. Dan ke esokan paginya. Tuing!!!!! Sentilan plush omelan terdengar dhe, waktu tidur sih bener – bener tidak terasa setelah bangun baru ketahuan, becek – becek gimana gitu. Kasur tidur ku pun dah bosan tiap hari berjemur seperti turis yang ingin membakar kulitnya di pantai, atau seperti panci yang selalu di panaskan oleh api.
Menurut ku dah biasa banget aku ngompol seperti rutinitas wajib dikala ku terjaga dimalam hari. Ibu ku saja yang tidak pernah mau terima, aku dengan sungguh – sungguh sudah menerima keajaiban itu. Mengapa ku mengatakan itu sebagai keajaiban. Itulah, karena disaat tidur aku bener – bener tidak dapat merasakan apa yang sedang keluar dari teko pembuangan air itu. Lagi pun aku berusaha untuk menutupi kekurangan yang ada pada ku, dan menjadikan kekurangan itu sebagai kelebihanku. Setiap pagi kalau ku terbangun dan ku lihat celanaku basah, ku katakana “wah… ajaib, benar – benar tak terasa” Ha… ha… ha…
Selesai sarapan aku bergegas pergi ke sekolah, ku kayuh sepeda butut ku menuju rumah izal menghanpirinya untuk pergi kesekolah bersama – sama. Bisa memakan waktu sampai setengah jam untuk menunggu temanku yang satu ini, sebelum pergi kesekolah wajib buang air dari depan maupun belakang. Kalu buangnyan cepat sih sah – sah aja, ini yang membuang harus bersih tak tersisah isi perut katanya. Pengalaman, Izal pernah buang air disekolah karena tak tertahan. Ingin di keluarkan di WC sekolah tak bisa dilakukan karena WCnya sangat jorok dan bau banget, di tahan pun tak tertahan. Pada sa’at Izal berlari menuju WC karena karena tak mampu lagi untuk menahan tambul pertahanan yang membentengi itu pun akhirnya jebol akibat tentara busuk yang tak tahan dipenjarakan didalam perutnya. Mungkin hari itu dia sedang masuk angin hingga prajurit busuk itu keluar hingga bercucuran seperti meletusnya gunung merapi.
Itu yang membuatnya trauma untuk tidak ingin hal itu terulang, untuk mengingatnya saja ia tak mampu cukup memalukan baginya. Karena, di usia kami yang terlalu muda ini yang namanya cinta moyet sudah timbul didiri seorang anak SD . Izal naksir baget sama Dwi Andhica, Dwi gadis kecil yang lembut parasnya, hidung mancung berkulitkan putih terlebih lagi baik hanti yang membuat Izal tergila – gila setengah mati padanya. Sangat berbeda sekali dengan kakaknya yang sedang duduk di kelas 5 dua tahun diatas kami, kesamaan dari mereka hanyalah sama – sama cantik. Sebenarnya kak Rika itu baik dan sangat sayang pada adiknya. Karena sayang itu bibirnya bisa berbusa untuk mengomeli adiknya jikalau ada perbuatan adinya yang dia tak suka, sepereti dilarang jajan sembarangan. Berdua – duaan dengan lelaki, apa lagi pegangan tangan bisa hamil katanya. Seperti menemukan uang dijalan, wajah Ibu disaat ayah baru pulang gajian, disaat paman Ande datang karena Paman selalu memberiku uang. Mungkin itu yang bisa ku ungkapkan dikala aku melihat raut wajah Izal saat menatap gadis pujaannya itu. Demi Dwi ia rela memecahkan celengan ayamnya yang baru 1 minggu terisi, kata Izal Dwi mengharapkan Ibunya membelikan bando baru untuk dipakai kesekolah, Izal ingin mendahului Ibu Dwi untuk membelikan Bando. Itulah Izal, anak kelas 3 SD yang terlalu dini untuk mengenal wanita sebagai lawan jenis yang akan mendampinginya kelak.
Bagi ku hidup itu rumit, perlu perhitungan seperti mate – matika yang diajarkan oleh guru paforit di sekolah Buk Olin. Aku sangat sayang pada guruku itu begitupun Ia karna ku tahu dari cara dia menatapku dan berbicara pada ku. Mungkin terlihat kejam bagi murid – murid yang tidak mengenalnya, aslinya Buk Olin itu sangat sabar dalam menghadapi murid – muridnya yang susah diatur. Pernah juga sih kak Rika di jewer olehnya, kak Rika gadis yang susah diatur tingkahnya seperti anak lelaki pada umumnya. Mungkin juga karena kak Rika tidak mempunyai kakak lelaki yang dapat melindunginya, sehingga dia berusaha untuk menjadi kakak yang dapat melindungi kedua adiknya yang sama – sama perempuan.
Pag itu Buk Olin terlihat berbeda dengan seragan barunya menjelaskan materi yang akan dibahas pagi ini, jemari mulai terayun indah menari – nari diatas papan tulis yang terlihat sudah mulai keropos termakan oleh waktu. “medy” katanya memanggil, senetak berdiri tanpa ku tahu apa yang diinginkannya. Gugup, rasa takut menggelitikku karena aku tidak begitu faham dengan apa yang telah dijelaskan oleh Buk Olin, bingung harus berkata apa ku jawab “ Buk bisa diulang lagi, belum faham cara menghitungnya” Buk Olin tertawa, “medy, menghapus papan tulis itu tidak menggunakan perhitungan. Kamu tidur ya saat Ibu menerangkan tadi?”
Malu rasanya hati ini, fikiran melayang terpesona dengan aura yang dipancarkan oleh guruku sendiri.
Masih belum juga q fahami Buk Olin terangkan di depan sampai – sampai terdengar suara orang yang mengetuk pintu kelas kami, senyap kelas terasa tanpa suara. Aku tersentak melihat paman Ade yang datang, ada apakah gerangan yang ku tau paman akan mengajakku jalan - jalan tapi itu masih minggu depan dari hari yang dijanjikan. Aku keponakan satu – satunya yang dia miliki, sehingga apa yang aku inginkan dia selalu berusaha untuk meberinya. setekah selesai Ibu dan Paman berbicara dengan segera Bu Olin menjemput ku dan menghantarku ke hadapan Pamanku, tasku pun tak lupa di gantungkan diantara kedua tanganku. Ucapan halus lembut terdengar dari telinga kiriku “ hati – hati dijalan ya… Nak“ senyum teramat manis yang pernah diberikan pada ku.
“ mau pergi kemana kita Om?” kataku. Paman ku hanya bisa diam menatapku, dan hanya bisa melemparkan senyuman jitu yang biasa digunakan untuk menyapa gadis – gadis cantik yang ditaksirnya.
Langkahnya semakin cepat debu pun bertabur bersama tiap langkah yang kami tinggalkan, di ujung jalan dekat persimpangan tempat orang – orang biasa menunggu angkutan umum itulah kami menghentikan perjalanan. Tak lupa dibelikannya aku coklat, makanan ringan dan air mineral untuk megisi kekosongan perut ku. Selang 15 menit pun berlalu tanpa ada satu pun angkutan umum yang lewat untuk menghampiri kami, raut wajahnya semakin tegang wajah gelisah serta keringat yang mengalir dari sisi wajahnya hingga turun membasahi leher Pamanku yang amat aku sayangi. Perlahan ku sapu keringat itu dengan tangan kecil ku yang terlihat kaku, di balas tangannya menyapu wajahku dan ku tahu raut wajahnya pada sa’at itu penuh dengan kegelisahan. Dipeluknya erat tubuhku, hingga terasa sulit untuk ku bernafas. Berkali – kali diulangnya kata sayang padaku, hingga terdengar suara kondektur angkutan umum yang memanggil untuk mengingatkan apakah kami ingin turut dengannya ke kota. Bergegas paman menuntun ku naik angkutan umum yang penuh dengan penumpang, pengap bau keringat kakiku pun susah bergerak karena terhimpit barang bawaan ibu – ibu didepan ku yang katanya akan di bawanya kekota untuk dijual. Di pangkuan paman ku sandarkan kepalaku di pelukannya letih aku hingga terasa kantuk karena bosan, tersadarku paman menggendong ku turun dari angkutan umum. Tepat dihadapanku tak jauh dari angkutan umum yang kami tumpangi adalah rumah sakit Perkebunan tempat dimana karyawan Perkebunan dirawat inap jikalau sakit disitu. Aku hanya bisa turut kemanapun langkahnya membawa karena tangan kanan ku berada di genggaman tangan kiri pamanku, sepi dan bau obat disetiap ruang kurasa. Langkah kami terhenti di pitu ruangan melati, kulihat ada wanita yang terlihat kusam karena wajahnya penuh dengan sapuan air mata. Semakin dekat ku hampiri semakin jelas terlihat bahwa wanita itu adalah Ibu ku, Ibu menghampiri Paman ku dan tak kudengar jelasa apa yang mereka katakana. Terasa seperti ditarik paksa tuntunan Ibuku menuju dalam ruangan Melati, hingga Dokter yang da didalam pun berusaha menenangkan Ibuku yang terlihat histeris menangisi seorang pasien yang terbaring tak berdaya di ranjangnya. Seorang suster memeluk Ibuku menenangkan nya untuk bersabar atas apa yang baru saja terjadi. Kulihat Ayahku terbaring pucat di ranjang rumah sakit, ku pegang tangannya dan ku katakana ayah akan cepat sembuh. Ibuku semakin keras memanggil nama Ayahku, Paman menghampiriku memelukku dan mengatakan bahwa Ayah ku sudah pergi meninggalkan ku unutk selamanya karena sakit jantung. Kubantah kata itu, ku bilang disini ada dokter untuk menyembuhkan Ayahku. Tapi Paman masih saja meyakinkan ku bahwa Ayah sudah meninggal.
Pagi ini tak sempat kulihat wajah nya yang selalu menyapa ku di tiap – tiap pagi ku,
Pagi ini tak sempat pula ku mencium tangannya sebelum ku berangkat kesekolah,
Pagi ini… pagi ini bayak yang belum ku lihat dan kulakukan terhadapnya,
Pagi ini aku ingin mengulangnya untuk mencium tangan dan keningnya, juga mengatakan bahwa aku sayang Ayah.
Pagi ini ku ingin kembali bersama hari – hari sebelumnya.
Esok hari apakah masih bisa ku melihat senyum nya kembali, isak tangisku memilukan hati Pamanku. Butiran bening pun tak tertahan mengalir membasahi pipi Pamanku, aku berharanp hari ini hanyalah mimpi Aku ingin segera terbangun dari mimpiku ini! Namun Paman berkata bahwa ini bukan mimpi.
Cerita ini hanyalah karanganku semata – mata hanya untuk mengisi kekosongan liburan yang sangat membosankan bagi ku.
Apa bila ada kesamaan nama, tempat atau apalah itu yang terasa kurang enak didengar saya ucapkan ma’af.
Ini adalah karangan pertamaku sehingga tidak terlihat sempurna, aku dapat menyelesaikannya juga atas dukungan teman ku yang mengoment ku di Face Book, juga termotifasi oleh penulis paforitku.








